Selamat Datang

Selamat Membaca dan Mohon Berikan Komentar Anda!

Rabu, 20 April 2011

Bangsaku dan Negeriku

Menelaah Isu Aktual Dengan Orientasi Berpikir Generator Citizen 
 
Terkadang suatu informasi atau isu nasional disampaikan kepada masyarakat secara kurang proporsional. Alhasil bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif akan merasa kebingungan, salah menafsirkan bahkan tidak jarang malah memperkeruh suasana dengan komentar-komentar yang tidak konstruktif dan kurang bertanggung jawab.


Perkembanan teknologi dan informasi terjadi begitu luar biasa. Pada zaman seperti saat ini penyebaran berita suatu peristiwa atau isu tentang sesuatu hal begitu cepat tersaji kepada masyarakat luas. Melalui kecanggihan media elektronik seperti teknologi televisi seseorang dapat menyaksikan suatu peristiwa secara langsung (live) tanpa harus datang langsung ke tempat kejadian perkara.
Di Indonesia saat ini begitu banyak terdapat saluran atau chanel televisi baik lokal maupun nasional. Berbagai chanel tersebut menampilkan sajian acara yang beragam, mulai dari sajian mode, hiburan, kekerasan, teknologi, gaya hidup masyarakat hingga isu-isu nasional yang actual. Secara kuantitas sajian informasi merupakan hal positif, karena masyarakat dapat memperoleh informasi tentang berbagai hal secara memadai. Akan tetapi di sisi lain timbul persoalan yang harus dihadapi masyarakat, yaitu membajirnya informasi (booming information) dalam rentang waktu yang sangat cepat. Kondisi demikan memaksa masyarakat harus selektif dalam memilih informasi.
Selain terjadi booming information, khusus untuk isu nasional actual terkadang disampaikan secara kurang proporsional oleh para pelaku industry berita (terutama media elektronik; televisi) kepada masyarakat. Terkadang tujuan komersil media masa dan tujuan edukatifnya tidak seimbang. Disaat suatu peristiwa baru muncul ke permukaan, wartawan sudah ada yang berani mengambil hipotesis dan menyajikannya kepada masyarakat melalui teknik dan perspektif yang beragam dengan kurang memperhatikan apakah berita itu akan mencerdaskan masyarakat atau sebaliknya, yang penting adalah para konsumennya tertarik. Selain itu, terkadang media massa menggunakan metode pemberitaan yang seolah olah menggiring orintasi masyarakat kepada suatu steatment tertentu, padahal steatmen tersebut belum diberikan secara eksplisit oleh pihak yang berwenang.
Sebagai contoh saat pemberitaan pengepungan rumah yang dijadikan tempat singgah para teroris di Temanggung jawa tengah, media masa seolah-olah menggiring keyakinan masyarakat luas bahwa polisi sudah meyakini kalau orang yang dikepung adalah Nurdin M. Top. Padahal saat itu POLRI belum mengeluarkan staetmen apapun. Secara hukum pemberitaan demikian memang tidak melanggar aturan, akan tetapi bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif, pemberitaan seperti ini bisa membingungkan, salah menafsirkan bahkan biasa memperkeruh keadaan dengan memberikan komentar-komentar tidak konstruktif dan kurang bertanggung jawab. Misalnya ketika yang dikepung sudah tertangkap dalam kondisi meninggal dunia dan diketahui bahwa identiasnya bukan Nurdin M. top. Ada kalangan masyarakat tertentu yang berpandangan kurang baik terhadap Polri, menurutnya Polri terlalu cepat mengambil kesimpulan atau steatmen sehingga masyarakat percaya kalau Nurdin M. top. Tertangkap, tetapi nyatanya tidak. Di samping itu Densus 88 dianggap terlalu berlebihan dalam mengambil tindakan sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
Orientasi serupa juga berpotensi untuk terjadi pada kasus yang sedang hangat dibicarakan saat ini yaitu mengenai ketidak harmonisan relasi antar KPK dan Polri maupun kasus-kasus yang akan uncul berikutnya. Jika kondisi demkian terus dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, ada kekhawatiran akan terbentuk budaya politik militan pada masyarakat. Ketika terjadi krisis, masyarakat akan mencari siapa yang dapat dikambing hitamkan atau siapa yang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Padahal budaya politik yang diinginkan terbentuk pada masyarakat Indonesia adalah budaya politik toleransi yang pemikirannya berpusat pada masalah yang harus dinilai dengan sikap netral dan kritis bukan curiga terhadap orang.
Untuk menghindari tumbuh kembangnya budaya politik yang membentuk cara berpikir kurang sehat pada masyarakat, perlu adanya usaha-usaha rekonstruksi paradigma berfikir individu warga negara. Salah satu paradigma berfikir positif yang dapat digunakan dalam menelaah isu nasional actual adalah orientas berfikir
Generator Citizen. Menurut Somantri (2001: 306) Generator Citizen adalah warga negara yang mau menerima input informasi dari berbagai sumber dan perspektif yang berbeda, menilai secara kritis, radikal dan komprehensif, serta mau mengeluarkan pendapat dan solusi sendiri dengan dasar yang jelas dan kuat.
Maka dari itu sudah selakyanya setiap individu warga negara Indonesia berusaha menginternaliasi orientasi berfikir generator citizen ini dengan membiasakan untuk selalu terbuka pada setiap perkembangan informasi yang terjadi walau datang dari berbagai sumber dan sudut pandang yang berbeda (Input yang beragam) dengan tidak cepat percaya dan terpengaruh begitu saja melainkan dikaji terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut secara kritis mendalam dan menyeluruh (tidak picik), bila perlu dengan menggunakan panduan berbagai literatur atau pendapat para pakar untuk kmudian memberikan pendapat sendiri hingga memberikan solusi yang inovatif dengan dasar atau landasan yang kuat.
Melalui oriantasi berfikir generator citizen ini diharapkan setiap warga negara Indonesia menjadi the creative thinking citizen yaitu warga negara yang memiliki kemampuan berfikir untuk selalu berinovasi dan mencari solusi baru dalam menghadapi masalah (Ergo Sum dalam Wuryan dan Syaifullah, 2008: 20). Selain itu melalui oriantasi berfikir generator citizen ini juga diharapkan setiap individu masyarakat Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki tiga indikator sebagaimana diungkapkan oleh Wuryan dan Syaifullah (2008: 77) yaitu berwawasan luas atau cerdas (Civic Intelligence) dalam arti cerdas secara moral, cerdas spiritual dan cerdas emosional. Mampu berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan baik tingkat local, nasional mapaun Internasional (Civic Participation) dan bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukannya (Civic Responsibilities).

1 komentar: