Selamat Datang

Selamat Membaca dan Mohon Berikan Komentar Anda!

Jumat, 22 April 2011

Bangsaku dan Negeriku

(Jeritan Sakit Hati Sang Pewaris Negeri)

 (Oleh Yayan, S.Pd)

“Indonesia harus memilih: Hidup menanggung malu dan  menundukan kepala di hadapan bangsa lain, ataukah berjuang menegakan kedaulatan, membela harga diri dan martabat bangsa, mengangkat kepala dengan tegak dan dipandang terhormat oleh bangsa lain di dunia Internasional?”


“Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” merupakan kalimat yang memiliki makna sangat dalam bagi bangsa Indonesia, kalimat tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah bangsa yang memiliki harga diri dan martabat yang tinggi sebagai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat. Saat ini NKRI mendapat pertanyaan “Apakah sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Indonesia mampu menunjukan harga diri dan martabatnya di hadapan dunia internasional?” Pertanyaan seperti itu muncul ketika Indonesia dihadapkan pada sengketa dengan negara lain terutama dengan Malaysia yang beberapa waktu lalu memanas kembali akibat memperebutkan Blok Ambalat yang mengandung sumber daya minyak yang kaya.
Dalam sengketa-sengketa yang pernah terjadi sebelumnya, yaitu segketa masalah sosial budaya (Roeg Ponorogo, lagu Rasa Sayange, dan Batik,) dan masalah wilayah kekuasaan (Sipadan dan Ligitan) Indonesia sudah banyak mengalami kerugian. Hal serupa tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kembali dalam kasus Ambalat atau kasus kasus berikutnya yang belum muncul, jika Indonesia tidak dapat bertindak lebih tegas terhadap Slangor.  
Pada dasarnya kasus Ambalat memiliki perbedaan dengan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya, dalam kasus ini secara hukum Indonesia berada pada posisi yang jauh lebih kuat dibanding dengan Slangor. Ambalat secara yuridis formal sudah sah menjadi wilayah Indonesia berdasarkan Deklarasi Djuanda tahun 1957, Prp No. 4/1960 tentang Perairan Indonesia, dan  Deklarasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 Bagian IV.  Dengan demikian secara hukum internasional Slangor telah melanggar dua asas sekaigus, yaitu asas courtesy (asas saling menghormati antar negara yang memiliki hubungan) dengan tidak menghormati Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan melanggar asas pacta sun servanda dengan memperbahrui peta wialayah negaranya dan memasukan Ambalat sebagai daerah territorial mereka secara tidak bertanggung jawab tanpa memperduikan  Deklarasi The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 Bagian IV. Padahal, menurut Hans Kelsen asas pacta sun servanda  merupakan salah satu sumber hukum internasina materiil yang menyebabkan hukum internasional mempunyai kekuatan mengikat dan harus dipatuhi.
Dalam perkembangannya, Slangor semakin keterlaluan  bahkan terkesan “Ngoconan jeung ngece”  dengan terus melanggar batas wilayah kedua negara, dan mengabaikan peringatan yang diberikan oleh para prajurit Indonesia dengan alasan mereka tidak melanggar batas teritiorial kedua negara, bahkan berani melakukan menuver-manuver yang membahayakan keamanan prajurit Indonesia. Sungguh ironi, karena kita katanya adalah bangsa yang besar. Akan tetapi menghadapi sengketa-sengketa internasional bangsa Indonesia terutama para Gegeden di Batavia terkesan “tidak reaktif dan responsif” sehingga kita sering mengalami kerugian dan kehilangan kehormatan.
Jika memang benar Indonesia adalah bangsa yang besar, seharusnya bangsa Indonesia malu pada bendera merah putih yang dikibarkan satu tiang penuh yang menandakan bahwa Indonesia adalah bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat, akan tetapi saat kedaulatan bangsa dan negara Indonesia dilecehkan, bangsanya terkesan hanya diam saja. Tidakah bangsa Indonesia tersindir dengan lagu-lagu perjuangan yang sering dinyanyikan pada momen-momen tertentu, yang mana lagu-lagu tersebut mencerminkan jati diri dan  krakteristik bangsa yang memiliki rasa nasionalisme dan jiwa rela berkorban yang tinggi untuk tanah airnya, akan tetapi ketika tanah air Indnesia dilecehakan, bangsanya seakan tidak melakukan apapun bak patung di taman kota.
Seandainya para pahlawan bangsa yang sudah wafat bisa melihat kondisi bangsa indnesia seperti sekarang, mereka akan berkata “Tolong kibarkan bendera setengah tiang saja, karena kami yang mengerek bendera tersebut menjadi satu tiang penuh dengan mengorbankan harta-benda, jiwa raga dan segala-galanya sehingga harus hidup menderita dalam jangka waktu yang sangat lama sekarang sedang dirundung duka, sebab hasil perjuagan kami tidak dihargai oleh anak cucu kami sendiri. Selain itu, tolong jangan lagi nyanyikan lagu-lagu nasional karena anak cucu kami sudah tidak memiliki jati diri dan karakteristik yang sesuai dengan semangat lagu-lagu tersebut”. 
Berdasarkan reaita yang demikian, kita tidak berbicara hitungan matematis, kita berbicara martabat dan harga diri yang tidak bisa di tawar-tawar atau harga mati. Sudah saatnya sekarang Indonesia menentukan, apakah mau hidup menanggung malu dengan wajah tertunduk di hadapan bangsa lain dan menjadi bangsa yang durhaka terhadap neneng moyangnya, ataukah menjadi bangsa yang tau berbakti kepada para pahawan revolusi dengan menegakan kedaulatan, membela harga diri dan martabat bangsa, mengangkat kepala dengan tegak dan dipandang terhormat oleh bangsa lain di dunia Internasional? Jawablah wahai Indonesia, jika memang benar masih punya harga diri maka disaat bumi nusantara di diganggu dan dilecehkan jangan hanya bisa tertidiam tapi lakukanah tindakan-tindakan yang tegas dan kongkrit demi tegaknya martabat bangsa dan menjaga para pewaris negeri tidak menyesal menitipkan hasil perjuangannya kepada kita.

“Bangsaku dan Negeriku"


Ketika ada orang yang bertanya: “Mata pelajaran apa yang paling berkaitan dengan bulan yang sedang dijalani umat islam sekarang (Ramadhan)?”, jawabannya adalah Pendidikan Agama Islam (PAI). Jawaban tersebut tentunya tidak perlu diperdebatkan lagi, karena subtansi PAI adalah siar ajaran agama islam itu sendiri, termasuk didalamnya mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan Ramadhan dan segala ritualnya. Kemudian jika ada yang bertanya: “Mata pelajaran apa yang paling relevan dengan hari kemerdekaan negara republik tercinta (Indonesia)?”, jawabannya adalah Pendidikan Sejarah.
Akan tetapi, apabila ada pertanyaan ketiga yang menggabungkan antara Ramadhan dan Hari kemerdekaan dengan pertanyaan: “Mata pelajaran apa yang relevan dengan keduanya, yaitu mata pelajaran yang memiliki korelasi dengan Ramadhan dan Hari Kemerdekaan yang jatuh bertepatan di bulan Agustus ini?”, jawabannya mungkin akan beranekaragam tidak homogen seperti jawaban dua pertanyaan sebelumnya,  sesuai dengan perspektif dan dasar atau landasan masing-masing. Dengan tetap menghargai plularisme jawaban dari pertanyaan itu, mata pelajaran yang menempati urutan pertama dalam hirarki keterkaitan antara Ramadhan dan Hari Kemerdekaan adalah pendidikan kewarganegaraan (PKn). Korelasinya bisa dilihat dari sasaran atau tujuan yang ingin dicapai oleh Ramadhan, peringatan Hari Kemerdekaan dan mata pelajaran PKn itu sendiri.
 Pertama, Ramadhan. Ramadhan merupakan bulan istimewa, bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Di bulan ini pahala amal ibadah dilipat gandakan, pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka ditutup rapat, rizki dilapangkan dan masih banyak lagi keistimewaan lainnya. Selain keitimewaan yang dibawanya, Ramadhan juga sarat dengan pelatihan dan pembelajaran terhadap umat yang melaksanakannya. Adapun konsep-konsep kebaikan yang dilatih atau dibelajarkan Agama Islam di bulan Ramadhan diantaranya adalah: kesabaran, kepedulian, kedisiplinan, dan keikhlasan. Tujuan dari pelatihan atau pembelajaran itu adalah untuk membentuk insan yang taat, yaitu insan yang menuruti segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang-Nya sesuai dengan tuntunan Al-quran dan Hadits atau yang lazim dikenal dengan Insan Mutaqin.  
Kedua, Hari kemerdekaan. Hari kemerdekaan atau hari proklamasi yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, biasanya diisi dengan berbagai acara dan perlombaan. Namun, hal itu akan sedikit berbeda di tahun ini karena hari kemerdekaan bertepatan dengan puasa Ramadhan. Bagaimanapun hari kemerdekaan itu diisi, esensinya tetap sama, yaitu mengingatkan kepada kita bahwa kebebasan yang kita nikmati di negeri ini tidak diperoleh dengan mudah. Untuk menegakan kemerdekaan bangsa dan negara ini agar punya martabat dan sejajar dengan negara lain, nenek moyang kita (para pahlawan bangsa) mengorbankan harta-benda, jiwa raga dan segala-galanya sehingga harus mengalami penderitaan dalam jangka waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, tanggal 17 Agustus itu harus dijadikan momentum bangsa untuk instrospeksi diri terutama memupuk rasa patriotisme dan rasa nasionalisme agar perjalanan bangsa dan negara ini ke depan bisa jauh lebih baik.
Ketiga, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Asumsi PKn sebagai mata pelajaran yang paling berkorelasi dengan Ramadhan dan Hari Proklamasi didasarkan pada realita bahwa PKn secara pragmatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (enpowering) manusia/anak didik dalam rangka pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan, PKn mempunyai fungsi yang sangat essensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, agama, masyarakat, bangsa dan negara. Isi PKn diarahkan untuk menumbuhkan kompetensi kewarganegaran, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kepribadian kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga keterampilan kewarganegaraan tersebut diperlukan agar tercipta partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berkenaan dengan subtansi atau informasi yang harus diketahui oleh warga negara, seperti pengetahuan tentang sistem politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya. Sementara itu, keterampilan kewarganegaraan (civic skill) berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial dan psikomotorik. Keterampilan intelektual yang penting bagai terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, kritis, meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan (Wuryan dan Syaifullah, 2008: 78).
Sementara itu, watak dan kepribadian kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat pokok karakter pribadi maupun karakter publik warga negara yang mendukung terpeliharanya demokrasi konstitusional. Sifat karakter pribadi warga negara antara lain tanggungjawab moral, disiplin diri, dan hormat terhadap martabat setiap manusia. Sedangkan sifat karakter publik antara lain kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, hormat terhadap aturan hukum (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Sapriya, 2004: 13). Termasuk ke dalam watak dan kepribadian kewarganegaraan ini adalah kecerdasan moral (moral intelegence) yang hendak dibangun melalui Pendidikan Kewarganegaran, meliputi: empati, kesadaran, pengendalian diri, respek/kepedulian, kebaikan, toleran, dan kejujuran.
Ketiga komponen pembelajaran PKn itu akan membentuk siswa menjadi warga negara sekaligus sebagai umat beragama yang baik. Optimalisasi pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi civic knowledge, civic skill, civic disposition dan moral intelegence akan membentuk karakter dan kompetensi: cerdas, disiplin, bertanggung jawab moral, hormat terhadap martabat setiap manusia, sopan, hormat terhadap aturan hukum dan norma (rule of law), kesadaran yang tinggi, pengendalian diri, respek/peduli, kebaikan, toleran, dan jujur pada diri siswa. Pendek kata dengan terinternalisasinya kompetensi seperti di atas terhadap diri anak didik maka semua siswa yang beragama Islam akan menjadi umat beragama yang baik di mata Allah SWT maupun di mata  sesama, yaitu Insan mutaqin sebagaimana sasaran yang ingin dicapai oleh bulan Ramadhan yang sedang dijalani saat ini. Selain itu, kompetensi di atas akan menjadikan mereka (termasuk siswa non muslim) sebagai warga negara yang baik (good citizen) yaitu warga negara yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue) yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air dan memiliki sikap rela berkorban demi bangsa dan negara dengan memberikan partisipasi bermutu dan bertanggungjawab dalam berbagai bidang dan aspek kehidupan baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.

Penulis adalah Alumni Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang lulus dengan predikat Cum Laude dan pernah menjadi jura lomba karya tulis ilmiah mahasiswa (LKTM). Sekarang penulis menjadi salah satu staf pengajar (Mata Pelajaran PKn) di SMK Pariwisata PGRI Majalengka.
Berikut ini identitas lebih lanjut tentang penulis :
Nama              : Yayan S.Pd
Alamat           : Jl Kiara Agung No. 57 RT 08/ RW 04, Desa Cibunut
                        Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka.

"Bangsaku dan Negeriku"

di Bulan Ramadhan Melalui Perancangan Perencanaan Temporal)

Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Oleh sebab itu, segala kegiatan termasuk pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar di bulan ini harus diselnggarakan dengan penuh kesungguhan hati( ikhlas)supaya menjadi amal ibadah yang dilipat gandakan oleh Allah.

Berbeda dengan pemerintah almarhum Gusdur, pemerintah presiden SBY menetapkan kebijakan agar dunia pendidikan tetap efektif di bulan suci Ramadhan, sebagaimana kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah itu pada tahun sebelumnya. Artinya setiap sekolah akan melaksanakan proses pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) seperti pada hari-hari biasa.
Secara sederhana pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KMB) dapat diartikan sebagai sebuah proses komunikasi timbal balik yang sistematis dan purposif, serta melibatkan beberapa komponen didalamnya yang kohesif dan interdependence. Dengan demikian, pada dasarnya pembelajaran merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang membentuk sebuah integritas yang utuh dan masing-masing komponen saling berinteraksi atau berhubungan secara aktif dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun komponen-komponen pembelajaran itu meliputi tujuan, materi/bahan ajar, metode dan media, evaluasi, peserta didik/siswa, serta pendidik/guru. Dari sekian banyak komponen itu, komponen tujuan merupakan kiblat dari proses pembelajaran secara keseluruhan, karena semua kegiatan dalam pembelajaran diarahkan pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsekwensinya perumusan tujuan pembelajaran ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan, karena tujuan pembelajaran harus relevan dengan sasaran yang dituju. Oleh karena itu, diperlukan adanya acuan-acuan yang dapat dikembangkan menjadi tujuan pembelajaran yang relevan. Acuan-acuan itu diantaranya dapat berupa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran dibedakan menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan tingkat keberhasilan atau kualitas belajar seseorang.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Peran fungsi fisiologis tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindera. Pancaindera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Pancaindera yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan teling (Baarudin & Nur wahyuni, 2007: 19-20). Sedangkann faktor psikologis adalah faktor kejiwaan seseorang yang mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis tersebut diantaranya adalah kecerdasan, motivasi, minat sikap dan bakat.
Selain faktor-faktor endogen/internal, faktor-faktor eksogen/eksternal juga dapat memepangaruhi hasil belajar peserta didik. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu lingkungan sosial, misalnya keadaan masyarakat atau keluarga, dan lingkungan nonsosial, seperti cuaca dan perangkat belajar atau keadaan sekolah.
Faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut mesti dipertimbangkan dengan baik, terlebih lagi di bulan suci Ramadhan nanti. Kondisi anak didik atau faktor internal, baik itu fisiologis maupun psikologis tentu akan sangat berbeda dibanding dengan kondisi anak didik pada bulan-bulan lain. kondisi fisiologis misalnya, anak didik akan masuk ke dalam kelas dengan kondisi kurang bugar dan akan cepat lemah, karena dalam keadaan berpuasa dan kurang tidur karena harus bangun untuk makan sahur. Demikian pula halnya dengan kondisi psikologis, motivasi belajar siswa akan berkurang seiring dengan kondisi fisik yang melemah. Faktor eksternal pun akan terasa kurang mendukung apabila faktor internalnya tidak bagus. Ketika kondisi fisik seseorang tidak bugar dan ia tidak memiliki motivasi belajar yang tinggi, terkadang cuaca pun terasa jadi sangat menggangu; menjadi terasa sangat dingin atau terasa sangat panas.
Singkatnya, semua faktor yang mempengaruhi pembelajaran akan terasa menunjukan trend negatif di bulan Ramadhan. Walaupun demikian, hal itu tidak boleh djadikan alasan untuk tidak melaksanakan pembelajaran efektif, karena tujuan pembelajaran harus tetap tercapai dengan maksimal. Konsekwensinya pembelajaran di bulan Ramadhan harus dilaksanakan dengan cara berbeda dengan pembelajaran di bulan-bulan lain. Oleh karena itu, Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) khusus untuk bulan ramadhan (temporal) mutlak harus dirancang sebagai salah satu solusinya. 
RPP khusus dapat membantu pengajar selama bulan Ramadhan, karena RPP ini dapat dijadikan sebagai pedoman umum untuk melaksanakan pembelajaran kepada peserta didik, karena di dalamnya berisi petunjuk secara rinci, mengenai tujuan, ruang lingkup materi yang harus diajarkan, kegiatan belajar mengajar, metode, media, dan evaluasi yang harus digunakan di bulan tersebut.
Kekhususan dalam konteks ini adalah penyesuaian beberapa komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan berbagai kondisi yang mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran di bulan Ramadhan. Adapun beberpa komponen RPP yang mesti diberi kekhususan di bulan Ramadahan adalah sebagai berikut :
Pertama, Materi. Materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian selain harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik, mengandung nilai fungsional, dan praktis jika memungkinkan materi juga harus diarahkan kepada usaha meningkatkan keimanan peserta didik terhadap tuhan. Misalnya, memperkaya materi dengan muatan-muatan religi. Atau guru menyempatkan diri untuk menyempaikan muatan-muatan agama dalam kegiatan pembelajaran.
Kedua, Kegiatan pembelajaran. Proses ini merupakan tahap-tahap kegiatan yang dilakukan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan suatu materi standar. Tentunya kegiatan ini mesti diusahakan sesederhana dan seperaktis mungkin agar tidak terlalu menguras energi tetapi tetap fun dan tidak membosankan.
Ketiga, metode pembelajaran. Tidak semua metode pembelajaran sesuai untuk digunakan dalam mencapai kompetensi tertentu. Terlebih lagi jika kegiatan pembelajaran yang dinginkan di bulan Ramadhan adalah kegiatan pembelajaran sederhana, praktis dan menyenangkan maka konsekwensinya harus dipilih metode pembelajaran yang tepat yaitu metode-metode yang ringan tetapi efektif seperti Time Attack Puzzle, Pesawat Landing atau Bertukar Pasangan.
Keempat, media pembelajaran. Pemilihan media harus menggunakan pertimbangan bahwa media tersebut dapat melibatkan lebih dari satu alat indera peserta didik, terutama mata dan telinga supaya konsentrasi peserta didik tetap terjaga. Maka jenis media yang relevan dengan tuntutan tersebut lebih kearah media audio-visual terutama yang berbasis teknologi canggih seperti multimedia berbasis komputer.  
Kelima, Alokasi Waktu. Penentuan durasi waktu kegiatan pembelajaran tentunya tidak terlalu lama, karena jika terlalu lama akan menguras banyak tenaga sehingga membuat siswa cepat lelah bahkan cenderung membuat siswa jenuh atau memberontak. Dengan demikan penetapan waktu yang ideal adalah hal yang tepat, yaitu penetapan durasi waktu yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan kesiapan siswa di bulan Ramadhan.
Pembuataan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) khusus dan sementara ini, diharapkan dapat membuat proses pembelajaran tetap terselenggara secara efektif. Selain itu, diharapkan pembelajaran-pembelajaram di bulan Ramadhan menjadi pembelajaran yang menyenangkan sehingga dilaksanakan dengan penuh keikhlasan yang pada akhirnya akan menjadi ladang amal bagi setiap pihak yang melaksanakannya.

Penulis adalah alumni Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang lulus dengan predikat Cum Laude dan pernah menjadi jura lomba karya tulis ilmiah mahasiswa,  sekarang penulis menjadi salah satu staf pengajar (Mata Pelajaran PKn) di SMK Pariwisata PGRI Majalengka.
Berikut ini identitas lebih lanjut tentang penulis :
Nama              : Yayan S.Pd
Alamat           : Jl Kiara Agung No. 57 RT 08/ RW 04, Desa Cibunut
                        Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka.


Bangsaku dan Negeriku


Oleh : Yayan, S.Pd.

‘Marhaban ya ramadhan, puji dan syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat-Nya  kita masih diberikan kesempatan untuk dapat melewati bulan istimewa, bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita melakukan persiapan sematang mungkin agar kita dapat mengisi bulan ramadhan nanti dengan maksimal dan penuh makna’.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Di bulan ini pahala amal ibadah dilipat gandakan, pintu surga terbuka lebar dan pintu neraka ditutup rapat, rizki dilapangkan dan masih banyak keistimewaan lainnya. Keistimewaan bulan Ramadhan tersebut berimplikasi terhadap umatnya untuk dapat melakukan persiapan dengan sematang mungkin, agar waktu ke waktu di bulan tersebut dapat dilalui dan diisi dengan maksimal dan penuh makna. Proses persiapan itu tentunya tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi di zaman globalisasi seperti sekarang ini. Dengan pengaruhnya, globalisasi membuat banyak manusia terutama remaja di negeri ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia bahkan sebagai umat beragama.
Dalam berpakaian misalnya, remaja- remaja Indonesia lebih banyak menggunakan pakaian minim yang memperlihatkan bagian tubuh yang semestinya ditutupi. Padahal cara berpakaian tersebut jelas-jelas tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat dan norma-norma agama terlebih di bulan suci Ramadhan nanti.
Selain itu, dillihat dari sikap dan moralitas, remaja Indonesia mengalami kemerosotan yang sangat tajam (demoralisasi kronis). Banyak remaja yang tingkah lakunya tidak mengindahkan sopan santun dan cenderung tidak perduli terhadap lingkungan. Ironisnya, apa yang disebut extra-marital intercouse atau kinky-seks yang lazim dikenal masyarakat dengan seks bebas, nyatanya cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan anak sekolah dan mahasiswa. Akibatnya, kita sering mendengar dan melihat kasus remaja atau pelajar dan mahasiswa yang melakukan aborsi. Salah satu penyebabnya adalah pengaruh tayangan porno dari internet, VCD/DVD, televisi ataupun media lainnya.
Sejatinya kondisi demikian tidak boleh dibiarkan terus berlangsung, terlebih di bulan suci Ramadhan. Karena hal demikian akan merusak amal ibadah yang sedang dijalankan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita sebagai pendidik dan sekaligus sebagai pihak yang bertangung jawab terhadap kehidupan remaja dan eksistensi bangsa ini untuk dapat menyelamatkan mereka dengan menginternalisasi ajaran-ajaran positif ke dalam diri mereka sehingga mereka memiliki pondasi yang kokoh dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh dinamika terutama di bulan suci Ramadan.  
Tentunya banyak upaya yang dapat kita lakukan untuk membentengi remaja dan anak didik agar mereka siap menjalani bulan suci ramadhan, diantaranya adalah dengan optimalisasi pendidikan kewarganegraan (PKn) di sekolah. PKn secara pragmatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan (enpowering) manusia/anak didik dalam rangka pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial budaya, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai salah satu mata pelajaran bidang sosial dan kenegaraan, PKn mempunyai fungsi yang sangat essensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Isi PKn diarahkan untuk menumbuhkan kompetensi kewarganegaran, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kepribadian kewarganegaraan (civic disposition). Ketiga keterampilan tersebut diperlukan agar tercipta partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dari warga negara dalam kehidupan politik dan masyarakat baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Untuk menumbuhkan kompetensi yang diperlukan, maka pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mengandung tiga komponen penting, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kepribadian kewarganegaraan (civic disposition). Bronson (Wuryan dan Syaifullah, 2008: 78).
Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan subtansi atau informasi yang harus diketahui oleh warga negara, seperti prengetahuan tentang sistem politik, pemerintahan, konstitusi, undang-undang, hak dan kewajiban sebagai warga negara, dan sebagainya. Sementara itu, keterampilan kewarganegaraan berkaitan dengan kemampuan atau kecakapan intelektual, sosial dan psikomotorik. Keterampilan intelektual yang penting bagai terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, kritis, meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan (Wuryan dan Syaifullah, 2008: 78)
Sementara itu, watak dan kepribadian kewarganegaraan berkaitan dengan sifat-sifat pokok karakter pribadi maupun karakter publik warga negara yang mendukung terpeliharanya demokrasi konstitusional. Sifat karakter pribadi warga negara antara lain tanggungjawab moral, disiplin diri, dan hormat terhadap martabat setiap manusia. Sedangkan sifat karakter publik antara lain kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, hormat terhadap aturan hukum (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Sapriya, 2004: 13).
Sedangkan mengenai kecerdasan moral (moral intelegence) yang hendak dibangun melalui Pendidikan Kewarganegaran, meliputi: empati, kesadaran, pengendalian diri, respek/kepedulian, kebaikan, toleran, dan kejujuran.
Ketiga komponen pembelajaran Pkn itu akan membentuk siswa menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue) selaku warga negara. Berkaitan dengan keutamaan atau kebajikan tersebut, Plato (Wuryan, Syaifullah, 2006: 118) mengemukakan empat keutamaan atau kebajikan yang dihubungkan dengan tiga bagian jiwa manusia. Keempat kebajikan itu adalah pengendalian diri (temperance) yang dihubungkan dengan nafsu, keperkasaan (fortitude) yang dihubungkan dengan semangat (Thumos), kebijaksanaan atau kearifan yang dihubungkan dengan akal (nous), dan keadilan yang yang dihubungkan dengan ketiga bagian jiwa itu.
Oleh karena itu dengan optimalisasi pendidikan kewarganegaraan yang berorientasi civic disposition dan moral intelegence, diharapkan terbentuk karakter dan kompetensi disiplin, tanggungjawab moral, hormat terhadap martabat setiap manusia, sopan, hormat terhadap aturan hukum dan norma (rule of law), kesadaran yang tinggi, pengendalian diri, respek/peduli, kebaikan, toleran, dan kejujuran pada diri siswa. Pendek kata dengan terinternalisasinya kompetensi seperti di atas diharapakan semua siswa yang beragama Islam, lebih siap dalam menjalani bulan Ramadhan dan mampu mengisi bulan penuh keistimewaan tersebut dengan maksimal dan penuh makna sehingga mereka menjadi umat beragama yang baik di mata tuhan dan sesame, yaitu insan mutaqin. Bagi mereka yang tidak beragama islam diharapkan kompetensi tersebut akan menjadikan mereka sebagai warga negara yang baik atau good citizen yaitu warga negara yang memiliki keutamaan (exellence) atau kebajikan (Virtue) di mata bangsa dan negara.

Penulis adalah alumni Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang lulus dengan predikat Cum Laude dan pernah menjadi jura lomba karya tulis ilmiah mahasiswa,  sekarang penulis menjadi salah satu staf pengajar (Mata Pelajaran PKn) di SMK Pariwisata PGRI Majalengka.

Berikut ini identitas lebih lanjut tentang penulis :
Nama              : Yayan S.Pd
Alamat           : Jl Kiara Agung No. 57 RT 08/ RW 04, Desa Cibunut 
                        Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka.

Rabu, 20 April 2011

Bangsaku dan Negeriku

Menelaah Isu Aktual Dengan Orientasi Berpikir Generator Citizen 
 
Terkadang suatu informasi atau isu nasional disampaikan kepada masyarakat secara kurang proporsional. Alhasil bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif akan merasa kebingungan, salah menafsirkan bahkan tidak jarang malah memperkeruh suasana dengan komentar-komentar yang tidak konstruktif dan kurang bertanggung jawab.


Perkembanan teknologi dan informasi terjadi begitu luar biasa. Pada zaman seperti saat ini penyebaran berita suatu peristiwa atau isu tentang sesuatu hal begitu cepat tersaji kepada masyarakat luas. Melalui kecanggihan media elektronik seperti teknologi televisi seseorang dapat menyaksikan suatu peristiwa secara langsung (live) tanpa harus datang langsung ke tempat kejadian perkara.
Di Indonesia saat ini begitu banyak terdapat saluran atau chanel televisi baik lokal maupun nasional. Berbagai chanel tersebut menampilkan sajian acara yang beragam, mulai dari sajian mode, hiburan, kekerasan, teknologi, gaya hidup masyarakat hingga isu-isu nasional yang actual. Secara kuantitas sajian informasi merupakan hal positif, karena masyarakat dapat memperoleh informasi tentang berbagai hal secara memadai. Akan tetapi di sisi lain timbul persoalan yang harus dihadapi masyarakat, yaitu membajirnya informasi (booming information) dalam rentang waktu yang sangat cepat. Kondisi demikan memaksa masyarakat harus selektif dalam memilih informasi.
Selain terjadi booming information, khusus untuk isu nasional actual terkadang disampaikan secara kurang proporsional oleh para pelaku industry berita (terutama media elektronik; televisi) kepada masyarakat. Terkadang tujuan komersil media masa dan tujuan edukatifnya tidak seimbang. Disaat suatu peristiwa baru muncul ke permukaan, wartawan sudah ada yang berani mengambil hipotesis dan menyajikannya kepada masyarakat melalui teknik dan perspektif yang beragam dengan kurang memperhatikan apakah berita itu akan mencerdaskan masyarakat atau sebaliknya, yang penting adalah para konsumennya tertarik. Selain itu, terkadang media massa menggunakan metode pemberitaan yang seolah olah menggiring orintasi masyarakat kepada suatu steatment tertentu, padahal steatmen tersebut belum diberikan secara eksplisit oleh pihak yang berwenang.
Sebagai contoh saat pemberitaan pengepungan rumah yang dijadikan tempat singgah para teroris di Temanggung jawa tengah, media masa seolah-olah menggiring keyakinan masyarakat luas bahwa polisi sudah meyakini kalau orang yang dikepung adalah Nurdin M. Top. Padahal saat itu POLRI belum mengeluarkan staetmen apapun. Secara hukum pemberitaan demikian memang tidak melanggar aturan, akan tetapi bagi masyarakat yang tidak memiliki cara berfikir radikal dan komprehensif, pemberitaan seperti ini bisa membingungkan, salah menafsirkan bahkan biasa memperkeruh keadaan dengan memberikan komentar-komentar tidak konstruktif dan kurang bertanggung jawab. Misalnya ketika yang dikepung sudah tertangkap dalam kondisi meninggal dunia dan diketahui bahwa identiasnya bukan Nurdin M. top. Ada kalangan masyarakat tertentu yang berpandangan kurang baik terhadap Polri, menurutnya Polri terlalu cepat mengambil kesimpulan atau steatmen sehingga masyarakat percaya kalau Nurdin M. top. Tertangkap, tetapi nyatanya tidak. Di samping itu Densus 88 dianggap terlalu berlebihan dalam mengambil tindakan sehingga kredibilitasnya dipertanyakan.
Orientasi serupa juga berpotensi untuk terjadi pada kasus yang sedang hangat dibicarakan saat ini yaitu mengenai ketidak harmonisan relasi antar KPK dan Polri maupun kasus-kasus yang akan uncul berikutnya. Jika kondisi demkian terus dibiarkan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, ada kekhawatiran akan terbentuk budaya politik militan pada masyarakat. Ketika terjadi krisis, masyarakat akan mencari siapa yang dapat dikambing hitamkan atau siapa yang harus bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Padahal budaya politik yang diinginkan terbentuk pada masyarakat Indonesia adalah budaya politik toleransi yang pemikirannya berpusat pada masalah yang harus dinilai dengan sikap netral dan kritis bukan curiga terhadap orang.
Untuk menghindari tumbuh kembangnya budaya politik yang membentuk cara berpikir kurang sehat pada masyarakat, perlu adanya usaha-usaha rekonstruksi paradigma berfikir individu warga negara. Salah satu paradigma berfikir positif yang dapat digunakan dalam menelaah isu nasional actual adalah orientas berfikir
Generator Citizen. Menurut Somantri (2001: 306) Generator Citizen adalah warga negara yang mau menerima input informasi dari berbagai sumber dan perspektif yang berbeda, menilai secara kritis, radikal dan komprehensif, serta mau mengeluarkan pendapat dan solusi sendiri dengan dasar yang jelas dan kuat.
Maka dari itu sudah selakyanya setiap individu warga negara Indonesia berusaha menginternaliasi orientasi berfikir generator citizen ini dengan membiasakan untuk selalu terbuka pada setiap perkembangan informasi yang terjadi walau datang dari berbagai sumber dan sudut pandang yang berbeda (Input yang beragam) dengan tidak cepat percaya dan terpengaruh begitu saja melainkan dikaji terlebih dahulu kebenaran informasi tersebut secara kritis mendalam dan menyeluruh (tidak picik), bila perlu dengan menggunakan panduan berbagai literatur atau pendapat para pakar untuk kmudian memberikan pendapat sendiri hingga memberikan solusi yang inovatif dengan dasar atau landasan yang kuat.
Melalui oriantasi berfikir generator citizen ini diharapkan setiap warga negara Indonesia menjadi the creative thinking citizen yaitu warga negara yang memiliki kemampuan berfikir untuk selalu berinovasi dan mencari solusi baru dalam menghadapi masalah (Ergo Sum dalam Wuryan dan Syaifullah, 2008: 20). Selain itu melalui oriantasi berfikir generator citizen ini juga diharapkan setiap individu masyarakat Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki tiga indikator sebagaimana diungkapkan oleh Wuryan dan Syaifullah (2008: 77) yaitu berwawasan luas atau cerdas (Civic Intelligence) dalam arti cerdas secara moral, cerdas spiritual dan cerdas emosional. Mampu berpartisipasi dalam berbagai aspek kehidupan baik tingkat local, nasional mapaun Internasional (Civic Participation) dan bertanggung jawab atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukannya (Civic Responsibilities).